Telaga Cinta Yang Tak Pernah Dahaga

Semalam, sebakda Isya saya mendapatkan hadiah manis tentang definisi Cinta yang berada di atas pemahaman saya,

Tentang Cinta seorang istri soliha, kepada suami nan mulia.

Adalah Khadijah r.ha yang tatkala tengah menyusui anaknya, kemudian ketika ASI yang ia berikan mulai kering dan mulai berganti dengan darah,

Maka Muhammad shallallahu 'alaihi wassalam segera datang bak suami penuh perhatian, lantas berganti mengampu anak mereka hingga sang anak tertidur.

Dan terjadilah episode yang indah itu. Setelah sang anak di taruh di tempat tidurnya, Rasulullah merebahkan kepalanya di atas pangkuan Khadijah r.ha.

Penuh keteduhan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam memejamkan matanya. Tapi, sesaat kemudian, setitik air menetes dan membasahi wajahnya yang mulia. Ia pun membuka matanya dan menatapi wajah istrinya yg kala itu tengah menangis sambil mengusap kepala Rasulullah.

"Ada apa wahai istriku?", ujar Rasulullah

"Aku memikirkan Anda wahai Rasulullah", sahut Khadijah r.ha

Sejenak Rasulullah mencoba menangkap makna yg tersirat dari jawaban istrinya.

"Apa yang sedang engkau fikirkan?"

"Wahai Rasulullah", jawab Khadijah, "Aku sedang berfikir, apalagi yang bisa kupersembahkan untukmu dan dakwah ini?"

Masya Allah. Betapa kedalaman cinta Khadijah r.ha telah menembus segala perbendaharaan kata tentang Cinta yang kita pahami.

Kurang apa pengorbanan Khadijah? Seluruh harta, telah ia berikan untuk dakwah Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam. Penjagaan, sepenuhnya menjadi tanggung jawab keluarga Khadijah dan Banu Hasyim. Ketaatan, tak perlu dipertanyakan. Cinta, adalah permata yang selalu di persembahkan untuk suami tercinta.

Tapi ia masih berfikir untuk menyumbangkan hal-hal lain untuk dakwah suaminya tercinta. Lantas, suami mana yang tak begitu dalam cintanya kepada istri sholiha semacam ini? Inilah yang membuat Aisyah r.ha begitu cemburu kepada Khadijah r.ha.

Bukan tentang kecantikannya ataupun hartanya, melainkan Cinta Rasulullah kepadanya.

Maka sambil mengusap wajahnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam berujar,

"Kau sudah memberikan semua yang kau bisa, Istriku"

"Tapi", sahut Khadijah, "Bagaimana nanti sepeninggal aku mati Ya Rasulullah? Siapa yang akan merawatmu? Siapa yang akan menemani hari-harimu dalam dakwah?"

Rasulullah tertegun mendengar jawaban itu. Seolah tanda-tanda itu telah tersibakkan. Sebuah tanda tentang batas yang akan segera tiba untuk istri nan dicintanya. Sebuah episode klimaks antara ia dan sang istri yang sudah tidak lama lagi.

"Ya Rasulullah", lanjut Khadijah, "Bila engkau sendirian ketika berdakwah, dan engkau harus melewati sebuah jurang tanpa ada penyambung jalan menuju jalan di seberang. Galilah kuburanku, dan ambil tulang belulangku. Gunakanlah tulang belulangku untuk membuat jembatan yang kan mengantarmu ke jalan yang ada di seberang"

Masya Allah. Saudaraku, Cinta macam apa yang dimiliki oleh seorang Khadijah r.ha terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam dan dakwah ini? Inilah telag Cinta yang tak pernah dahaga. Cinta itu tak pernah padam meski hayat meninggalkan jasad.

Sungguh, kisah di atas bagaikan hadiah nan indah yang saya dapatkan kemarin malam. Dari seorang guru kehidupan yang Allah takdirkan dapat mengunjungi RumahNya di Mekkah tahun ini. Ia yang baru pulang dari tugasnya sebagai pembimbing haji itu, tidak banyak memberi cendera mata, tapi diantara sekian bingkisan yang ia beri, kisah Cinta Khadijah terhadap Muhammad shallallahu 'alaihi wassalam adalah bingkisan terindah yang saya dapatkan.

Lagi-lagi, pemahaman saya tentang Cinta semakin bertambah dalam. Terlebih setelah menyelami hikayat Cinta bunda Khadijah r.ha terhadap Nabi yang mulia.

Maka wahai Ummahat, cintailah suamimu karena Allah. Itulah yang akan menghantarkanmu kepada JannahNya. Bila kau hanya mencintainya lantaran Harta, Jabatan, Fisik, dan Kecerdasan, maka kau akan dapati semua itu di dunia, namun di akhirat, sungguh kau takkan mendapat apa-apa.

Mudah-mudahan para suami pun semakin sadar, betapa disebalik kesuksesan kita, ada doa-doa penuh kekhusukan dalam sujud-sujud nan panjang oleh para istri kita. Mungkin bukan fisiknya, tapi pengorbanannya kepadamu. Mungkin bukan energinya, tapi ketaatannya kepadamu. Mungkin bukan silsilahnya, tapi keberaniannya membela harga dirimu. Mungkin bukan kecerdasannya, tapi kelembutannya padamu.

Sungguh, Cinta ini, makin dalam rasanya.
Latest
Previous
Next Post »