Memulai tulisan dalam artikel ini, saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepada Anda
duhai saudaraku, sekedar mengajak Anda melakukan pemanasan sebelum masuk ke
dalam pokok pembahasan, bahwa :
1) Apakah Gunung dapat tercipta secara sendirinya? Gunung menciptakan Gunung, dan Planet menciptakan Planet?
2) Apakah definisi bebas? Apakah bebas berarti tidak terikat aturan, berhak bertindak sesuai kemauan?
3) Apakah Segala Sesuatu itu Boleh? Tidak ada
yang tidak boleh? Free sex itu boleh, mencuri itu boleh, membunuh itu boleh,
menyiksa sesama itu boleh, semena-mena itu boleh?
Nah, Saudaraku, mengapa saya menanyakan 3 pertanyaan di atas?
Karena sejatinya saya menyimpulkan, bahwa apa yang dipertanyakan oleh kelompok
yang berpaham Atheisme secara garis
besar terwakilkan dengan 3 pertanyaan di atas.
Mari kita mulai menjawab doktrinasi paham Atheisme ini di
kalangan masyarakat.
Pertama, kita harus paham bahwa Atheisme tumbuh dan
berkembang di lingkungan yang diliputi kebekuan hati, jauhnya pengajaran dan
pemahaman agama, serta kurangnya perhatian dari individu yang lain.
Atheisme sebagai paham yang mengingkari adanya Pencipta
Dunia (red : Tuhan), mewabah di tengah masyarakat yang sensitifitasnya kurang,
bahkan telah lenyap. Dalam aspek pemikiran, Atheisme berarti mengingkari Allah
s.w.t. Dalam tataran pemahaman, ia adalah kebebasan tanpa batas.
Maka, Saudaraku, tugas kita-lah sesungguhnya yang masih
memiliki rasionalitas, kepedulian yang tinggi, dan pemahaman agama yang
mungpuni untuk mendakwahkan kepada mereka tentang kesalahan yang mereka
lakukan. Pun bila kita tidak sanggup mendakwahi mereka, maka bentengilah
lingkungan tempat tinggal kita, keluarga kita, saudara-saudara kita, karib
kerabat, tetangga, dan lapisan masyarakat yang sanggup kita jangkau, untuk
meningkatkan keimanan dan keteladanan sikap dalam bermasyarakat.
Ini penting, karena mencegah tumbuhnya Atheisme dari sumber
lahirnya, adalah solusi jitu menghentikan laju pertumbuhan paham ini.
Setelahnya, tugas kita untuk mengarahkan mereka yang sudah tenggelam dalam paham
ini untuk kembali ke jalan yang benar, jalan yag Allah telah tetapkan untuk
seluruh umat manusia, itulah jalan keimanan.
Orang-orang Atheis, mula-mula tidak mengindahkan dan tidak
peduli terhadap dasar-dasar keimanan. Mereka menjadi seperti itu lantaran gaya
berfikir yang lepas, saat mereka
menemukan sedikit “bukti” atau peluang saja, yang dapat mendukungnya untuk
ingkar dan kufur, maka itu akan merekan jadikan peluru yang menguatkan
kekufuran dan pengingkaran mereka.
Meskipun Atheisme tidak memiliki landasan ILMIAH apa pun,
namun pengabaian, kelalaian, dan penilaian yang keliru bisa melahirkan Sikap Atheisme.
Dalam konteks keimanan, kita fahami bahwa berbagai
peristiwa, kejadian, keilmuan, semua bersumber dari Sang Pencipta, Allah Azza wa
Jalla. Tapi dalam pandangan kaum Atheis, hal ini di plintir menjadi “Hukum Alam”.
Tema inilah yang akhirnya menjadi sarana mereka untuk
melenakan Ummat dan menanamkan benih-benih atheisme. Ada Tsunami, dibilangnya Hukum Alam, ada gempa dahsyat,
dibilangnya Hukum Alam. Dimana kuasa
Illahi dalam paham ini? Tidak Ada, karena mereka tidak mengimani Tuhan.
Nah, kita masuk ke cara pertama dalam membungkam Atheisme.
1. Tanyakan Kepada Mereka : “Dari manakah
Hukum Alam memproduksi keteraturan?”
Kaum Atheis yakin, bahwa semua yang terjadi di dunia ini
terjadi atas sesuatu yang disebut sebagai Hukum Alam. Mungkinkah alam nan indah
ini, yang menyihir jiwa bak untaian syair dan lirik musik ini merupakan hasil
dari sebuah proses kebetulan belaka?
Jika alam seperti anggapan mereka, memiliki kemampuan untuk
menghasilkan dan mencipta, apakah kita dapat menjelaskan Bagaimana Alam Mendapatkan Kemampuan Semacam Itu?
Apakah bisa dikatakan bahwa ia menciptakan dirinya sendiri?
Bisakah akal sehat menerima kerancuan berfikir semacam ini? Seandainya
demikian, itu berarti bahwa pohon menciptakan pohon, gunung menciptakan gunung,
langit menciptakan langit, kera menciptakan manusia. Padahal kita tahu, dari
jaman neneknya neneknya neneknya neneknya neneknya nenek kita, kera tetap saja
kera, tidak pernah berubah menjadi manusia.
Ini sangat lucu!
Ya, sangat lucu. Bahwa dari pemahaman di atas saja, kaum
Atheis memperlihatkan kebodohan mereka sendiri. Bahwa sesungguhnya apa yang
mereka sebut sebagai “Hukum Alam” dalam berbagai literatur Ilmiah hanyalah
perangkat yang bekerja secara cermat, rapi, dan akurat, serta mrupakan
laboratorium yang menghasilkan berbagai produk.
Ia tidak tercipta secara sendirinya. Melainkan ada yang
menciptakan. Selayaknya Laboratorium, tentu ada yang menciptakan Laboratorium.
Tentu ada yang membangun system dalam Labroatorium itu. Silahkan tunjukkan
kepada saya, satu saja, Laboratorium yang tiba-tiba terbentuk secara
sendirinya, dengan system produksi yang sangat canggih, tepat, cermat, dan
memiliki produk.
NIHIL!! One Hundred Percent, Nothing!
Jadi pembawaan kaum Atheis dalam mengungkap sebab akibat
dalam konteks “Hukum Alam”, hanya mengungkapkan cacat dan kelirunya ilmu
pengetahuan mereka.
Teori evolusi yang dipelajari di sekolah-sekolah pun telah
terbantahkan saat ini, lewat penemuan-penemuan ilmiah modern dan perkembangan
ilmu genetika, sehingga teori evolusi tidak lagi memiliki nilai ilmiah. Namun
sayangnya, hal-hal semacam itu senantiasa menjadi sebab munculnya sikap
Atheisme pada generasi muda kita yang bergantung pada kehampaan.
Maka saatnya kita membungkam sikap Atheisme ini dan
mengarahkan mereka kembali ke jalan yang lurus, jalan keimanan.
2. Tanyakan Pada Mereka : “Apakah Anda Sudi
Hidup Dalam Aturan?”
Nah, generasi yang terjerembab dalam arus Atheisme ini
sebenarnya adalah generasi yang terjajah oleh keinginan yang tidak ada
habisnya. Mereka tidak pernah kenyang dalam memuaskan keinginan mereka, serta
mereka selalu ingin bebas secara mutlak tanpa batas. Kecenderungan inilah yang
membuat generasi muda dekat dengan Atheisme.
Betapa banyak kita dapati hari ini, generasi yang suka
berkata, “Hidup tuh harus dinikmatin, hidup tuh suka-suka gue. Seneng-seneng
tuh hari ini, masa depan mah urusan nanti, mau sengsara kek, bodo amat”.
Jadi, merek telah mempersiapkan akibatyang menyakitkan
karena tertipu oleh ilusi yang dihembuskan setan. Mereka pun jatuh dalam syirik
Atheisme layaknya kupu-kupu yang melayang-layang di sekitar api, lantas jatuh
ke dalam api.
Ketika kebodohan meningkat, kemiskinan spiritual makin
parah, maka makin mudahlah bagi syahwat untuk menguasai Rohani. Sebagaimana
Faust menyerahkan ruhnya kepada setan, generasi Atheis pun menyerahkan qalbu nya
kepada iblis. Ya, ketika ruhani mati, qalbu papa, dan akal linglung, hanya ada
satu jalan, jalan Atheisme.
Sebaliknya, aqidah, rasa tanggung jawab, qalbu dan ruhani
yang terdidik merupakan jaminan utama bagi kebangkitan para pemuda. Jika tidak,
komunitas yang dikendalikan syahwat tentu akan berbolak-balik dari kesesatan
yang satu kepada kesesatan yang lain, berubah-ubah mengkiblat, dan selalu
mengikuti filsafat baru yang dianggap sebagai penolong dan melemparkan diri
dalam dekapan paham itu untuk meminum susunya.
Ketika bangun pagi hari, ia memuji anarkisme. Di waktu
siang, ia memuliakan marxisme. Sore hari, ia mengelu-elukan eksitensialisme.
Malam harinya, mungkin dia asik dengan video-video mesum yang merusak. Ia tidak
pernah melirik akar-akar ruhaninya, dan kekayaan spiritual serta peradaban
bangsanya.
Nah, inilah generasi Atheis. Mereka akan sangat sulit
terlepas dari berbagai kecenderungan hawa nafsu. Mereka juga sulit, bahkan
mustahil tuk menetapkan sudut pandang yang benar bagi akal dan pemikiran.
Maka dalam kenyataannya, kaum Atheis-lah yang paling lantang
menolak peraturan-peraturan yang ditetapkan. Merekalah yang paling tidak mau di
atur-atur. Kenapa? Karena sejatinya Atheisme membawa manusia ke dalam penghambaan
diri terhadap hawa nafsu pribadi. Sehingga hanya hidup sesuai apa yang
diingini. Bebas secara mutlak tanpa batas.
Merekalah yang paling vokal mengkampanyekan free sex, nikah
dengan sesama jenis, memisahkan antara agama dan politik, dan hidup sesuka
maunya.
Maka demikianlah kenyataannya, lantaran keimanan kepada
Allah dan keterpautan dengan makna halal-haram tidak sejalan dengan filsafat
pemuasan nikmat, merasuki alam kesadaran generasi yang sudah sedemikian
terwarnai oleh “Kebablasan Pola Pikir”. Kita melihat generasi ini melemparkan
diri dalam dekapan Atheisme karena hendak hidup dalam surga yang palsu.
Sehingga tulisan ini sesungguhnya adalah paparan kepada
seluruh pihak, baik pejabat, priyai, kaum terpelajar, Ulama, dan siapapun yang
peduli akan peradaban yang Haq, untuk memiliki kepekaan dan mata hati agar kita
bersama dapat menghentikan laju Atheisme. Insya Allah.
Referensi : Islam
Rahmatan Lil ‘Alamiin – Muhammad Fethullah Gulen
Sign up here with your email
1 komentar:
Write komentarSemoga teman saya kembali lagi ke jalanNya
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon