Pertanyaan semacam ini sering kali terlontar dari mereka
yang tidak percaya adanya Tuhan. Atau kadang kala, Muslim itu sendiri suka
mempertanyakan hal ini, “Mengapa kita tidak bisa melihat Allah?”
Untuk menjawabnya, sebenarnya sangat mudah dan cukup dengan
logika. Tapi Allah memang Maha Pengasih, Ia berikan dalil yang berkaitan dengan
pertanyaan seputar judul di atas. Sehingga, nanti kita akan melihat betapa
keagungan Allah begitu mutlak dan tiada tara.
Saudaraku, kita harus memahami bahwa Allah tidak serupa
dengan makhlukNya, baik secara hakiki ataupun secara nisbi. Manusia yang hidup
di alam terbatas ini memiliki pikiran, pandangan, dan pengindraan yang juga
terbatas.
Ukuran yang bisa dilihat oleh manusia di alam ini kurang
lebih hanya sebatas lima per sejuta. Pun dengan apa yang didengarnya. Kita
tidak bisa mendengar suara dengan frekuensi 40 kali per detik. Jika frekuensi
suara mencapai ribuan kali perdetik, kita pun takkan sanggup mendengarnya.
Nah, disini saya ingin mengatakan bahwa pengindraan manusia
sangat terbatas. Indra kita hanya dapat melihat dan mendengar sedikit dari
sejuta. Kalau begitu, dengan premis-premis di atas, saya balik bertanya,
“Bagaimana mungkin manusia yang dalam hal pendengaran, penglihatan,
dan pengetahuan amat terbatas ini berani bertanya : Mengapa Allah tidak terlihat? Bagaimana bentuknya?”
Jadi Saudaraku, jika kita berusaha mengajukan pertanyaan
semacam itu, lantas berusaha mengukur besaran dan gambaran Allah s.w.t, atau
terus menerus meneliti zatNya, ini sama saja menghancurkan logika dan pola
pikir prbadi. Ya, karena hal itu merupakan sesuatu yang sangat tidak berguna.
Bahwa kita adalah makhluk terbatas, dan kemudian hendak
mengetahui Allah yang tidak terbatas, merupakan hal yang sangat lucu dan
keterlaluan. Lha, siapa kita? Allah tidak bisa dicapai oleh ukuran-ukuran kita
yang terbatas.
Kalaupun kita sanggup pergi dengan kecepatan cahaya selama
trilyun tahun menuju berbagai alam yang lain, lalu kita akumulasikan satu alam
dengan alam lainnya, maka apa yang kita saksikan itu tak sampai sebutir atom
pun atau setitik debu bagiNya.
Memang manusia ini sangat lucu, baru bisa menemukan
galaksi-galaksi saja sudah merasa hebat dan bangga, padahal kita belum bisa
pergi ke galaksi-galaksi tersebut. Sedangkan kalaupun kita bisa ke sana, hal
itu laksana setitik debu saja bagi Allah, begitu tak berartinya. Jadi,
bagaimana mungkin kita dapat mengetahui substansi Allah?
Ok, saya ingin mengajak Saudara untuk jangan dulu berusaha
melihat Allah, sekarang coba Anda lihat bakteri. Bisakah?
Tidak bisa secara langsung. Kita butuh alat, kalaupun kita
mampu maka mata kita telah diimplan kemampuan teleskopik di dalamnya. Tapi coba
lakukan penelitian ini, ketika kita meneliti bakteri, kita akan melihat begitu
banyak bakteri pada bidang yang kita jadikan wadah fokus penelitian kita.
Cobalah teliti, apakah 1) Bakteri tersebut dapat merespon
gerakan Anda? 2) Apakah Anda dengan segala daya dan upaya sanggup mendengar suara
serta kegaduhan bakteri-bakteri tersebut?
Kalau Anda malas melakukan hal di atas, saya bantu menjawab.
Jawaban untuk penelitian pertama adalah, TIDAK DAPAT MERESPON dan TIDAK DAPAT
MELIHAT ANDA!
Lihat, pada skup materi yang lebih kecil dengan alam yang
lebih kecil, ia tidak dapat melihat materi pada alam yang lebih besar darinya.
Bakteri tidak dapat melihat manusia.
Lalu, untuk yang kedua, jawabannya adalah, KITA TIDAK DAPAT
MENDENGAR APA YANG DILAKUKAN BAKTERI!
Lihat, betapa pada tataran materi yang memiliki kemampuan
terbatas, sekalipun ia berada di alam yang lebih tinggi, ia pun tak dapat
mencakup banyak hal dari alam yang lebih rendah. Inilah alasannya Saudaraku,
mengapa kita tak mampu melihat Allah.
Bahwa Allah adalah yang Maha Awal dan Penyebab adanya
sebab-sebab di dunia ini. Dialah yang mengilhamkan pengetahuan kepada kita,
untuk digunakan bagi kehidupan yang baik dan bermanfaat di dunia ini.
Lihatlah ayatNya,
لاَ تُدْرِكُهُ الاَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الاَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيْفُ الْخَبِيْرُ
“Semua mata tidak dapat menjangkauNya, sedangkan DIA menjangkau
semua mata, dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.”
QS. Al An’am (6) : 103
Dia tidak butuh sebab untuk
tercipta dan Dia tidak memiliki tandingan atau lawan. Nah, ini sangat penting
untuk dicermati. Bahwa untuk bisa dilihat, sesuatu harus memiliki lawannya.
Kita bisa melihat cahaya, karena ada lawannya, yakni gelap. Pun kita bisa
melihat panjang suatu bidang, karena ada lawannya, sehingga kita bisa berkata,
“Ini 5 meter, yang ini 10 meter”.
Tapi Allah s.w.t tidak memiliki
lawan, karenanya kita tidak sanggup melihatnya. Kemampuan penglihatan kita
sangat-sangat terbatas, Saudara.
Ok, logika sederhana lainnya.
Berapakah ukuran yang bisa dilihat manusia dari alam yang terhampar di depan
matanya? Tahukah Saudaraku?
Katakanlah bahwa jumlah sesuatu
yang terhampar di alam ini mencapai 1 miliar x 1 miliar agar kita bsa
menyaksikan keagungan Sang Pencipta dan menatapnya penuh kekaguman. Tapi,
penglihatan kita hanya bisa melihat lima per sejuta saja darinya, sementara sisanya
tidak bisa kita lihat dan tidak kita ketahui.
Ya, kita hanya bisa melihat
gelombang cahaya dengan panjang dan frekuensi tertentu. Jadi mari merenung
bersama, betapa menanyakan “Mengapa saya tidak bisa melihat Allah?” padahal
dirinya hanya mampu melihat lima per sejuta dari alam ini, merupakan sebuah pemikiran
yang sangat kerdil.
Tentu saja kerdil, karena mereka hendak meletakkan Allah dalam wilayah yang sama dengan mereka, ya kalau begitu sampai kapanpun tidak akan pernah tercapai apa yang diingininya.
Tentu saja kerdil, karena mereka hendak meletakkan Allah dalam wilayah yang sama dengan mereka, ya kalau begitu sampai kapanpun tidak akan pernah tercapai apa yang diingininya.
Menutup penjelasan ini, mari kita
renungkan sabda Rasul s.a.w dalam tafsir At Thabari, Bab III, halaman 77,
Tujuh lapis langit berada di
singgasan (kursi) Allah tak ubahnya seperti tujuh keping dirham yang
dilemparkan di gurun. Abu Dzar r.a mendengar Rasulullah s.a.w bersabda,
Singgasana
berada di Arasy tak ubahnya seperti sebuah cincin besi yang dilemparkan di
antara dua penjuru sahara bumi
Bayangkanlah keagungan yang luar
biasa itu. Bila dibandingkan dengan alam ini, kita ibarat benda-benda kecil
yang hanya terlihat dengan mikroskop, bagaimana mungkin mengaku dapat
menjangkau seluruh alam?
Mudah-mudahan bisa mencerahkan
Saudaraku sekalian.
Wallahu a’lam bi al shawaab.
Referensi :
- Islam Rahmatan Lil 'Alamiin (Muhammad Fethullah Gulen)
Referensi :
- Islam Rahmatan Lil 'Alamiin (Muhammad Fethullah Gulen)
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon